BAB
I
PENDAHULUUAN
- Latar
Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an
sebagai pedoman umat Islam memang sangat komplit dalam memberikan petunjuk bagi
pemeluknya. Dalam memahami isi kandungan Al-Qur’an tidaklah mudah karena
didalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang kurang jelas maknanya sehingga untuk
memahaminya memerlukan ilmu-ilmu yang lain, salah satunya adalah ilmu tafsir.
Peranan ilmu tafsir dalam memahami, menjelaskan
dan menginterpretasi kandungan
teks
Al-Qur’an tidak perlu dipertanyakan lagi, namun bukan berarti menafikan
disiplin ilmu-ilmu lain. Perkembangan tafsir sendiri terbagi menjadi tiga periode,
yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern,[1]
sehingga tidak dapat dipungkiri berkembangan epistemologi dari satu periode ke
periode lain jelas berbeda. Pada periode pertengahan muncul berbagai macam
corak penafsiran, sala satunya adalah corak tafsir teologi. Oleh karena itu
makalah ini akan mencoba membahas Tafsir Teologi.
- Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
tafsir teologi ?
2.
Latar belakang
munculnya tafsir teologi ?
3. Siapakah
tokoh tafsir teologi ?
4. Bagaimana
tafsir teologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Tafsir Teologi
Secara bahasa Tafsir Teologi merupakan
susunan dua kata yaitu Tafsir dan Teologi. Tafsir sendiri secara bahasa istilah
adalah menjelaskan, menyingkap makna dan menampakan makna yang belum jelas.[2]
Sedangkan kata teologi menurut kamus besar bahasa indonesia pengetahuan
ketuhanan ( mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan Agama,
terutama berdasarkan kitab suci).[3]
Teologi yang difokuskan dalam kajian ini adalah mazhab akidah dari mufassirnya
seperti : Ahlussunnah wa al-Jama’ah, Mu’tazilah, Syi’ah dan lain
sebagainya.
Sedangkan pengertian yang dimaksud dari
tafsir Teologi adalah karakteristik penafsiran Al-Qur’an yang ditulis oleh
kelompok ataupun orang-orang tertentu yang didalamnya memiliki substansi dasar
teologis yang dimanfaatkan untuk mendukung, membela mazhab tertentu.[4]
Memahami pengertian
diatas bahwasanya sudah ada gambaran bagaimana cara kerja tafsir teologi dalam
menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan nilai subjektivitas yang sangat kental
sehingga mengakibatkan adanya distorsi
makna Al-Qur’an, karena seolah-olah Al-Qur’an hanya sebagai objek untuk menguatkan
mazhab dari mufasirnya.
- Latar
Belakang Munculnya Tafsir Teologi
Didalam sejarah perkembangan tafsir,
tafsir corak teologi muncul pada periode pertengahan. Kurun waktu periode
pertengahan cukup panjang sekitar enam
abad, yaitu pada abad ke II sampai VIII H. Pada periode ini merupakan periode
keemasan bagi umat Islam didunia, sehingga disiplin keilmuan berkembang pesat, terbukti bahwa periode ini banyak
sekali produk-produk tafsir yang dibukukan.[5]
Pada periode pertengahan inilah terjadi
pergeseran epistemologi penafsiran yang mana Al-Qur’an hanya di jadikan legitimasi
untuk memenuhi nafsu kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Seperti
kepentingan politik, mazhab ataupun ideologi.[6]
Dampak yang signifikan dari pergeseran dari epistemologi diatas mengakibatkan
timbulnya berbagai macam corak atau karakteristik penafsiran salah satuya
addalah corak teologi.
Variasi corak penafsiran muncul pada masa
dinasti Umayyah dan akhir dinasti Abbasiyyah. Ada beberapa gejolak yang melatarbelakangi
munculnya tafsir teologi daintaranya yaitu : Gejolak Sekte, Gejolak Politik dan
Gejolak Intelektual.
1. Gejolak
Sekte.
Gejolak sekte yang berkembang pada periode
pertengahan sangatlah kental pada masa ini banyak sekali kelompok-kelompok
tertentu yang sangat fanatis terhadap mazhabnya
sehingga demi membela mazhabnya banyak para ulama’ berlomba-lomba dalam membuat
produk penafsiran yang sejalan dengan ideologinyasss sehingga tidak dapat
dipungkiri truth claim pasti jelas melekat pada setiap kelompok yang berakibatkan
saling mengkafirkan satu sama lain.
2. Gejolak
politik
Dari gejolak sekte tentu merambah pada
dunia politik. Hal ini dibuktikan pada masa dinasti Abbasiyyah ketika masa
pemerintahan khalifah Al-Ma’mun yang menetapkan paham Mu’tazilah sebagai Mazhab
resmi negara pada abad ke-9. Pada masa pemerintahan ini adanya antagonistik
antara sunni dan mu’tazilah sehingga adanya pemaksaan terhadap kelompok lain
untuk mengikuti paham mu’tazilah yang telah resmi menjadi paham negara pada
masa itu.
3.
Gejolak Intelektual
Selain kedua
problema diatas jelas sekali gejolak intelektual tidak mungkin dapat
dipungkiri, seiring dijadikannya paham Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara
sehingga mengakibatkan orang-orang awam yang notabenya memiliki kapabilitas
intelektual yang masih rendah, banyak dari mereka yang memilih taklid terhadap
sistem pemerintahan yang ada dan percaya sepenuhnya terhadap mazhab resmi.
Sehingga dengan adanya taklid buta seperti itu mengakibatkan fanatisme yang
sangat kuat terhadap sekte-sekte yang ada.
- Tokoh-tokoh
dan Produk Tafsir Teologi
Tokoh dan produk dari Tafsir Teologi ini
banyak sekali diantaranya adalah :
1. Al-Kashaf a`n Haqa’iq al- Qur’an
karya Abu al- Qasim Mahmud ibn Umar al- Zamaksyari (w.1144 M).
2. Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin
al-Razi ( w.1209 M).
3. Tafsir al-Qur’an karya Ali Ibrahim
al-Qummi (w.929 M).
4. Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an
karya Muhammad ibn al-Hasan al-Thusi (w.1067 M).
5. Majma’ al- Bayan li U’lum
al-Quran karya Abu Ali Fadll al-Thabarsi (w.1153 M).
6. Al-Shafi fi Tafsir al-Qur’an
karya Muhammad Murtadha al-Kasyi (w.1505 M).
- Contoh
Tafsir Teologi
Contoh analisis terhadap corak tafsir
teologi yang paling fenomenal dikalangan sekarang adalah Mafatih al-Ghaib dan
Al-Kasyaf kedua kitab ini sangat
menarik untuk dilakukannya penelitian. Oleh karena penulis akan mencoba
mendiskripsikan kedua kitab diatas sebagai bukti bahwa keduanya merupakan
produk tafsir yang memiki dominasi kuat terhadap fanatisme mazhabnya.
1. Mafatih al-Ghaib
Mafatih al-Ghaib
adalah kitab fenomenal yang dikarang Muhammad bin Umar bin Usain bin As’an bin
Ali at-Tamimi al-Bakhri al-Razi, yang sering kita kenal dengan sebutan Imam
Fakhrudin al-Razi. Kitab ini juga sering dikatakan sebagai kitab tafsir teologi
karena didalam beberapa penafsirannya sangat mendukung mazhabnya yaitu Ahlussunnah
wa al-Jama’ah .
Adapun sebagian data-data yang diperoleh sebagai bukti teologinya Ahlussunnah wa
al-Jama’ah adalah
sebagai berikut:
1. Data I. Qaum min ahli al-jahl wa al-ghaiy wa
al-‘inad
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.png)
2. Data II. Khawarij umat yang dholal.
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.png)
3. Data
III
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.png)
Dengan
memperoleh data-data yang telah diklasifikasikan, yang diperoleh dari kitab Mafatihul
Ghaib, maka dapat disimpulkan bahwa pada persoalan madzhab kalam, Imam
Ar-Razi dalam kitabnya menyebutkan bahwasanya yang dimaksud dengan Qaum min
ahli al-jahl wa al-ghaiy wa al-‘inad (golongan
yang bodoh yang buruk, yang jelek) adalah golongan Mu’tazilah. Ini dibuktikan
bahwa golongan muktazilah mengingkari ayat-ayat mutasyabihat, seperti “Alif
Lam Min, dan fawatihussuwar lainnya”. Ketika corak penafsiran
Ar-Razi adalah dengan mengutarakan pendapat-pendapat mufasir atau golongan
lain, tapi ternyata kenyataannya bahwa Ar-Razi ketika mengutarakan pendapat
dari golongan mutakalimin tentang ayat mutasyabihat, Ar-Razi menuliskan
bahwasanya “Mutakallimin (Muktazilah) mengingkari qoul ini”. Dalam segi bahasa
sudah dapat dilihat, bahwa penggunaan kalimat yang digunakan oleh Ar-Razi
cenderung menegatifkan mutakalimin (mu’tazilah). Dan beliau juga secara jelas
menyebutkan bahwa golongan Khawarij adalah sesat. Selain itu, beliau
mencantumkan hadis yang diriwayatkan oleh bukan ahlul bait Nabi Muhammad.
Otomatis, beliau bukanlah penganut faham Syi’ah (yang tidak mau meriwayatkan
hadis selain dari Ahlul Bait). Sehingga dapat diketahui, bahwa dalam aliran kalam,
beliau berfaham Sunni, atau yang lebih dikenal dengan Ahlu as-Sunah wa
al-Jama’ah.[7]
2. Al-Kasyaf ‘an
Haqaiq Ghawamid at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil.
Tafsir al-Kasyaf adalah kitab
karangan Abu al- Qasim Mahmud ibn Umar al- Zamaksyari, atau yang familir kita
tahu dengan sebutan Imam Zamakhsyari. Adanya statement bahwa kitab ini merupakan cerminan
tafsir teologi memang sangat familiar dikalangan akademisi oleh karena itu
penulis akan mencoba membuktikannya melalui data-data yang terdapat dalam kitab
karanganya.
1.
Data I
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.png)
2.
Data II
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.png)
3.
Data III
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.png)
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image016.png)
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image018.png)
4.
Data IV
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image020.png)
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image022.png)
Berdasarkan
pengumpulan data-data diatas dapat dibuktikan bahwa sanya kitab Al-Kasyaf merupakan bentuk corak teologi,
adapun data-data yang ada :
1.
Mufasir kitab ini jelas mengakui bahwa dirinya memang
mu’tazilah.
2.
Dalam menafsirkan Al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an
beliau menjelaskan bahwa semua isi al-Qur’an sudah tekandung didalam surah
al-Fatihah seperti pujian kepada Allah, menaati perintah dan larangan, janji
dan ancaman dan lain sebagainya.
3.
Beliau berpendapat bahwasanya saudara-saudara seagama
( Mu’tazilah) adalah golongan yang selamat.
4.
Penafsiran Imam Zamakhsari dalam surah Al-An’am 103
memang sering dikaitkan dengan teologi mu’tazilah hal ini dikenakan mereka
(Mu’tazilah memahami ayat tersebut bahwa Allah tidak dapat dilihat didunia
maupun di akhirat.
- Karakteristik
1.
Pemaksaan terhadap Gagasan Al-Qur’an.
Seperti hal
nya yang sudah dijelaskan panjang lebar diatas bahwa yang dimaksud dengan
pamaksaan terhadap gagasan adalah banyaknya tafsir yang terbuai dengan
kepentingan mufasir yang mengakibatkan Al-Qur’an harus menyesuaikan kehendak
mufassir.[8]
2.
Bersifat Ideologis
Adanya cara
berpikir yang condong terhadap ideology mazhab, sekte ataupun keilmuan dalam
menafsirkan Al-Qur’an.[9]
3.
Bersifat Subyektif
Makna penafsiran hanya dimiliki mufassir Al-Qur’an
hanya sebagai objek. sehingga cenderung menafikan makna pengarang ( Murad al
Mushannif ) seolah-olah makna teks milik mufasir.
4.
Bersifat Parsial
Dalam
penafsirannya bersifat parsial hanya potongan ayat-ayat tertentu, tidak komplit
sehingga harus mencari informasi tambahan untuk mangkajinya,[10]
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Corak Tafsir Teologi merupakan cerminan
penafsiran yang menonjolkan ideology mufassirnya sehingga dalam produk
penafsirannya sangat kental akan pembelaan terhadap mazhabnya, Al-Qur’an
sebagai sumber penafsiran hanya sebagai legitimasi untuk kepentingan mazhabnya.
Kemunculannya sendiri sudah mulai sejak zaman akhir dinasti Umayyah dan awal
Dinasti Abbasiyyah karena berbagai macam kegojolak yang terjadi pada masa itu
sehingga mengakibatkan berbagai macam respon masyarakat dengan saling
menguatkan ideologinya masing-masing, hal inilah merupakan cikal bakal
munculnya berbagai macam corak penafsiran khususnya corak teologi.
Sedangakan
bukti dari banyaknya produk penafsiran pada periode pertangahan ini menjadi
symbol berkembangnya disiplin keilmuan hingga mencapai masa keemasan pada dunia
islam.
B. Kritik dan Saran
Dalam penulisan
makalah ini penulis sangat menyadari akan kekurangan dalam segala aspek, namun
penulis telah berusaha mencoba memberikan bahan pembelajaran yang dapat
menambah wawasan pembaca. Oleh karena itu penulis sangat membuka lebar kritik
dan saran dari pembaca agar penelitian selanjutnya menjadi lebih baik. Kurang
lebihnya penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan penulis selalu berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Yogyakarta
: Adab Press, 2014
Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta :
LKiS, 2010.
Zamakhsari, Al-Kasyaf ‘an Haqaiq Ghawamid at-Tanzil wa ‘Uyun
al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, Riyadh : Maktabah A’bikan, 1998.
Musbikin, Imam, Mutiara
Al-Qur’an, Madiun : Jaya Star Nine, 2014
Ar-Razi, Fakhruddin. 544. Tafsir al-Fakhr ar-Razi,
al-Musytahir bi at-Tafsir al
Kabir wa Mafatih al-Ghaib.
Daar al-Fikr: Lebanon.
[1] Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta :
Adab Press, 2014), hlm. 39
[2] Abdul Mustaqim,
Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta : Adab Press, 2014), hlm. 3
[3] KBBI Online/daring
(dalam jaringan) Kemndikbud, “ Teologi” diakses dari http://kbbi.web/teologi,diakses pada
tanggal 21 Oktober 2016 pukul 00:35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar