Minggu, 29 Oktober 2017

AL-MUNTAQA

AL-MUNTAQA
Makalah Ini Kami Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kitab Hadis Sekunder
Dosen Pengampu : Bp. Dadi Nurhaedi, S.Ag. M. Si.






Disusun Oleh  :
Khoirunnisa’ Indah S  15530060
Muhammad Munif      15530076
Ahmad Fauzan            15530079

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
 TAHUN 2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadis sebagai sumber hukum agama islam yang kedua yang berfungsi sebagai penjelas dari al-Quran. Realita tersebut menjadikan hadis sebagai sesuatu yang inheren bagi eksistensi al-Quran. Oleh karena itu dari para sahabat, tabi’in, hingga kepada para ulama’ yang dengan sekuat tenaga melestarikan dan memperluas kepada generasi selanjutnya.
Mengingat pentingnya hadis dalam kehidupan kita sehari-hari maka semakin banyak ilmu-ilmu yang membahas tentang kajian hadis, dari segi rawi, sanad, matan, sehingga dapat  menjaga keountentikan hadis hingga sekarang.
Dan pada kesempatan kali ini pemakalah hanya membahas tentang kitab al-Muntaqa fi al-Ahkam asy-Syar’iyyah min kalam Khoir al-Bariyyah yang menurut pemakalah masih sangat asing  tidak populer di kalangan masyarakat muslim, yang didalamnya lebih banyak membahas hadis-hadis  hukum fiqh .

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah biografi dari kitab yaitu al-Muntaqa fi Ahkam asy-syar’iyyah min kalam al-Bariyyah?
2.      Apa latar belakang, sejarah perkembangan, sistematika dan metode kitab al-Muntaqa fi Ahkam asy-syar’iyyah min kalam al-Bariyyah?
C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui biografi pengarang kitab al-Muntaqa fi Ahkam asy-syar’iyyah min kalam al-Bariyyah.
2.      Untuk mengetahui latar belakang, sejarah perkembangan, sistematika dan metode kitab al-Muntaqa fi Ahkam asy-syar’iyyah min kalam al-Bariyyah


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Pengarang
Beliau adalah Majduddiin Abu Al-Barakaat ‘Abdu As-Salam bin Abdillah bin Khidr 1bin Muhammad bin Aly al-Harraany, Ibn Taymiyah. Lahir sekitar tahun 590 hijriyah.
Belajar fiqh kepada pamannya Fakhruddin al-Khatiib, kemudian pergi ke Baghdad ketika dia masih belia dengan sepupunya yang bernama Saif. Disana dia berguru kepada kepada beberapa ulama diantaranya: Abi Ahmad bin Sukainah, Ibn Tobarzad yang bernama Yusuf bin Kamil, Dhiyauddin bin Khuroif dll. Kemudian di Harran dia berguru kepada Hanbal al-Mukabbir & Abdul Qodir al-Hafiz. Selanjutnya ketika berumur sepuluh tahun dia berguru kepada Syech Abdul wahidbin Sulton.
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits dari dia antara lain anaknya sendiri Syihabuddin, Dimyathi, Aminuddin bin Syuqoir, Abdul Ghony bin Mansur al-Muazzin, Muhammad bin Muhammad al-Kanji, Syech Muhammad bin Qozzaz, Syech Muhammad bin Zibatar, Muhammad bin Abdul Muhsin al-Kharrat.
Menguasai fiqh, mahir, produktif & menulis beberapa karya dan kepadanyalah berakhir gelar imam dalam ilmu fiqh. Dia memahami qiro’at bahkan menulis karyanya tentang qiro‘at yang diteruskan oleh Syech al-Qoirowani.
Menunaikan ibadah haji pada tahun 651 hijriyah melalui jalur Iraq hingga para ulama Baghdad takjub atas kecerdasannya dan kemuliaannya, kemudian seorang guru dari kekhalifahan yang bernama Muhyiddin bin al-Jauzy memintanya untuk singgah disana.
Al-Zahabi berkata bahwa dia mendengar Syech Taqiyuddin Abu al-Abbas berkata bahwa Syech jamaluddin bin Malik berkata: “telah diluluhkan kepada Ibn Taymiyah fiqh seperti halnya diluluhkannya besi untuk nabi Dawud AS”. Kemudian dia berkata: “kakek kami adalah orang yang tajam akalnya”. Berkata Syech bahwa Al-Burhan Al-Muroghi pernah bertemu dengannya kemudian dia bertanya kepada Syech sebuah pertanyaan, dan dia menjawab bahwa jawaban dari pertanyaanmu itu ada tujuh puluh jawaban, pertama, kedua ketiga dan seterusnya hingga akhir. Dan berkata al-Burhan: “kami menerimamu atas jawaban-jawaban itu”, kemudian dia luluh dihadapannya.
Berkata Ibn Hamdan: “aku pernah berada di majlisnya hingga aku sadar bahwa dia berbicara banyak hal yang aku tidak tahu sebelumnya”.
Berkata Syech Taqiyuddin: “kakekku sangat menakjubkan dalam hal menghafal matan, madzhab-madzhab kemudian mempresentasikannya dengan lancar”.
Berkata kepadaku Imam Abdullah bin Taimiyah bahwa kakeknya dibesarkan dalam keadaan yatim, kemudian pergi ke Iraq bersama sepupunya untuk merawatnya dan menafkahinya ketika berumur 13 tahun, dia menginap dirumahnya dan dia sering mendengarkan sepupunya mengulang-ulang permasalahan khilaf hingga dia hafal. Fakhr Ismail suatu hari berkata: “siapa yang hafal nunain?”, Cepat-cepat dia menjawab: “saya hafal” kemudian dia menguraikannya, maka takjublah Syech Ismail dan berkata: “anak ini akan mempunyai keajaiban”. Kemudian dia memperlihatkan karangannya kepada gurunya itu yang berjudul “Junnatu an-Nadhir” yang ia tulis tahun 606 hijriyah dan gurunyapun mengapresiasinya, dialah gurunya dalam bidang ilmu aqly. Kemudian Abu al-Baqo’ adalah gurunya dalam ilmu nahwu & fara’idh, Abu Bakr bin Ghunaimah sahabatnya Ibn al-manny  adalah gurunya dalam ilmu fiqh, Ibn Slton adalah gurunya dalam Qiro’at. Menetap di Baghdad selama 6 tahun dengan penuh kesibukan, kemudian kembali kemudian pergi ke Baghdad lagi sebelum tahun 620 hijriyah membekali dirinya dengan ilmu dan menulis beberapa karyanya dengan ketaqwaan & ketinggian ilmunya. Beliau meninggal di Harran dihari idul fitri tahun 652 hijriyah.[1]
B.     Latar Belakang Penulisan Kitab
Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab al-Ahkam al-Kubro sebagaimana telah dijelaskan oleh ibnu rajab dalam biografi al-Majdi Ibnu Taimiyah dalam kitab Dzail Thabaqat al-Hanabilah dan telah dicetak . latar belakang penulisan kitab ini berkaitan dengan permasalahan fiqiyah yang kompleks sehingan majduddin berinisiatif menyusun kitab ini guna menjadi rujukan dalam menyelesaikan permasalah-permasalahan fiqhiyah sekaligus untuk mendukung madzhabnya hanbali.
Sebab hampir semua permasalahan fiqhiyah itu semua terbahas dalam kitab ini terlebih madzhab hanbali sehingga dijadikan istidlal ( diambil sebagau dalil ) tentanf masalah-masalah fiqih yang berkaitan dengan madzhab hanbali. Sebab telah diketahui bahwa semua ulama itu ingin mendukung madzhabnya dalam menulis kitab-kitab hadis, sebab seluruh ulama adalah hikmah kepada madzhabnya sehingga ketika ulama tersebut menyusun kitab hadis maka jelas untuk mendukung argumen madzhab-madzhab yang dianut.

C.       Metode dan Teknik Penulisan Kitab.
            Secara eksplisit, tidak ada peryataan yang tegas tentang metode yang di gunakan Syekh Majduddin Abu al-Barakat dalam menyusun kitab Al-Muntaqa, Namun secara implisit, dengan melihat paparan syekh Majduddin dalam kitabnya, metode yang dipakai adalah metode pembukuan hadis berdasarkan klasifikasi hadis-hadis ahkam (abwab fiqhiyyah)[2]. Adapun penelitian penulis terhadap metode penulisan kitab adalah sebagai berikut :
  1. Hadis-hadis yang disusun pada kitab ini merujuk pada kitab hadis primer, yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibn Majah.[3]
  2. Tidak menyebutkan sanad hadis secara lengkap, hanya menyebutkan perawi pertama dan mukharrij hadis.
  3. Hanya menghimpun hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW (hadis marfu’), terdapat hadis-hadis dari sahabat (mauquf’) namun jumlahnya relatif sedikit.
  4. Tidak menyebutkan kualitas hadis. Kecuali mengambil penukilan dari Ulama’
  5. Mengumpulkan hadis-hadis kemudian membagi menjadi beberapa kitab (tema) bab dan sub bab.
D.      Sistematika Penulisan Kitab.
            Berdasarkan penjelasan dari metode diatas bahwa kitab ini merupakan kitab hadis ahkam fiqhiyyah, jadi sistematika penulisan ini berdasarkan tema-tema( kitab) dan bab-bab fikih, sehingga apabila merujuk pada kitab hadis primer tergolong kitab hadis sunan. Adapun sistematika penulisan kitab ini adalah :
No
Nama Kitab
Jumlah Bab
1
Kitab Thaharah
11
2
Kitab Tayamum
1
3
Kitab Nifas
-
4
Kitab Sholat
3
5
Kitab Libas
11
6
Kitab Shalatul Maridh
3
7
Kitab ‘Idaini
-
8
Kitab Shalat Khouf
1
9
Kitab Istisqa’
-
10
Kitab Janaiz
5
11
Kitab Zakat
2
12
Kitab Siyam
3
13
Kitab I’tikaf
-
14
Kitab Manasik
4
15
Kitab Aqiqah wa Sunnah al-Waladah
-
16
Kitab Buyu’
5
17
Kitab Salam
-
18
Kitab Qiradh
-
19
Kitab Rohn
-
20
Kitab Hawalah wa ad-Dhoman
-
21
Kitab Taflis
-
22
Kitab Sulhi wa ahkam al-Jiwar
-
23
Kitab Syirkah wa Mudharabah
-
24
Kitab Wakalah
-
25
Kitab Masaqah wa Muzaraah
1
26
Kitab Wadi’ah wa Ariyah
-
27
Kitab Ihya’ al-Maut
-
28
Kitab Ghasab
-
29
Kitab Suf’ah
-
30
Kitab Luqathah
-
31
Kitab Hibah
-
32
Kitab Wakaf
-
33
Kitab Washaya
-
34
Kitab Faraidh
-
35
Kitab A’tiq
-
36
Kitab Nikah
1
37
Kitab Shadaqah
-
38
Kitab Walimah
-
39
Kitab Talak
-
40
Kitab Khulu’
-
41
Kitab Rujuk
-
42
Kitab I la’
-
43
Kitab Dhihar
-
44
Kitab Li’an
-
45
Kitab A’dad
-
46
Kitab Radha’
-
47
Kitab Nafaqah
-
48
Kitab Dima’
-
49
Kitab Hudud
-
50
Kitab Qathi fi Syirkah
-
51
Kitab Had Syarib khamr
1
52
Kitab Jihad
2
53
Kitab At’imah
1
54
Kitab Asribah
2
55
Kitab Nadzar
-
56
Kitab Aqdhiyah wa Ahkam
-

E.     Karakteristik Penulisan Kitab.
            Setiap kitab pasti memiliki karekteristik atau ciri penulisan yang berbeda antara kitab satu dengan kitab yang lain , diantara karakteristik yang menonjol dari kitab ini terdapat pada daftar isi dan istilah istilah khusus yang dipakai pengarang dalam menyebutkan nama-nama mukharij hadis. Adapun karakterisriknya adalah :
1. Daftar Isi
Karakteristik yang menonjol juga terdapat dalam daftar isi kitab ini karena ada 4 cara pencarian hadis dalam kitab ini, yaitu :
1)      Pencarian berdasarkan hadis yang berkaitan dengan ayat Al-Qur’an. Contoh :
                     [4]
2)      Pencarian berdasarkan penggalan matan hadis.

Pencarian hadis dengan metode ini juga beliau susun berdarkan alfabetis ( abjadiyyah) yaitu penggalan matan hadis yang berawalan huruf alif hingga ya’.
3)      Pencarian berdasarkan kata-kata asing.
4)      Pencarian berdasarkan tema.
2. Istilah-istilah khusus
1)      Adanya redaksi اخرجاه  (Akhrajahu ) maka yang dimaksud adalah riwayat Imam Bukhari dan Muslim.[8]
2)      Adanya redaksi   متفق عليه( Muttafaqun a’laihi) maka yang dimaksud adalah riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Berbeda dengan kesepakatan ulama’ muhadisin yang menisbatkannya kepada Imam Bukhari dan  Muslim.[9]
3)      Adanya redaksi ) رواه الخمسة  Rawahu al khamsah) maka yang dimaksud adalah riwayat Imam Ahmad ibn Hanbal,Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu Majah). Istilah yang umum adalah dinisbatkan kepada Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan an-Nasa’i.[10]
4)      Adanya redaksi  رواه الجماعة  ( Rawahu al Jama’ah) maka yang dimaksud adalah riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzdi, an-Nasa’i. dan Ibnu Majah. Pada umumnya istilah ini dinisbatkan kepada penyusun Kutub as-Sittah namun syekh Majduddin menambah Imam Ahmad ibn Hanbal.[11]






F.      Contoh hadis dan Analisis.

                
Analisis, bahwa hadis diatas hadis yang terdapat pada كتاب طهارة   dengan bab   با ب ما جاء في فضل طهور المرءةhadis ini diriwayatkan oleh Hakim bin Amr al-Ghifari dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu dawud, Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu Majah. Dari contoh diatas bahwa penyusun kitab ini tidak mencantumkan semua sanad hadis hanya menyebutkan perawi pertama, sehingga apabila ingin mengetahui kualitas hadis harus merujuk kepada kitab primer dan melakukan penelitian terhadap rawi dan matan hadis, juga tidak adanya penjelasan kualitas hadis, namun ada sebagian hadis yang dicantumkan kualitasnya.


G.    Kekurangan dan Kelebihan Kitab.
Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu juga halnya karya tulis pasti juga memiliki hal serupa. Oleh karena itu penulis mencoba mengungkapkan kelebihan dan kekurangan terhadap kitab ini.
1. Kelebihan
1)      Disusun berdasarkan sistematika yang baik, sehingga memudahkan pembaca untuk mencari hadis yang diinginkan.
2)      Memiliki daftar isi yang lengkap sehingga ada berbagai macam pilihan bagi pembaca untuk mencari hadis yang diinginkan.
3)      Mengelompokan hadis berdasarkan topik-topik tertentu. 
2. Kekurangan.
1)      Kurangnya data-data tentang mushannif kitab dan data yang berkaitan dengan kitab, sehingga mempersulit dalam penelitian.
2)      Tidak menuliskan semua rentetan sanad sehingga harus merujuk pada kitab primer untuk melacak kualitas hadis.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah yang pertama pengarang kitab al muntaqo ini adalah kakek dari Ibnu Taimiyah yang bernama Majduddiin Abu Al-Barakaat ‘Abdu As-Salam bin Abdillah bin Khidr 1bin Muhammad bin Aly al-Harraany, Ibn Taymiyah. Lahir sekitar tahun 590 hijriyah. Yang kedua kitab ini berisi hadis-hadis rasul yang berisi tentang hukum-hukum fiqih khususnya madzhab hanbali. Ketiga, kitab ini menjadi salah satu kitab rujukan untuk mengambil hukum fiqih. Yang keempat, hanya menghimpun kitab hadis-hadis yang bersumber dari Rasul SAW, dan sedikit yang bersumber dari sahabat. Meskipun demikian, kitab ini tidak seterkenal dengan kitab hadis ahkam lain, seperti sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah, Sunan, at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, akan tetapi kitab ini bisa dijadikan sebagai salah satu referensi untuk menggali dalil-dalil ahkam.

           









DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah  Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002.
Suryadilaga Alfatih, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: Teras, 2009







[1] Syaikh al-Imam Majduddin Abu Al-Barakat, “ Al-Muntaqa fi Ahkam Asyar’iyyah min Kalam Khoiri Al-Bariyah “, hlm 11-12
[2] Suryadilaga Alfatih, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.13
[3] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 27.
[4] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 871
[5] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 877.
[6] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 948.
[7] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 957.
[8] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah (
Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 27
[9] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 27
[10] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 27
[11] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 27
[12] Abu al-Barakat Majduddin, Al-Muntaqa fi Ahkam as-Syar’iyati min Kalami Khoiril Bariyyah ( Qohiroh: Daar Ibn al-Jauzi, 2002), hlm. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar