Minggu, 29 Oktober 2017

AGAMA YAHUDI

AGAMA YAHUDI
A.    Pengertian Yahudi
Yahudi adalah suatu bangsa yang biasa dikenal dengan Israil atau bangsa Ibrani (Hebrew)[1]. Berdasarkana etnisitas, kata Yahudi merujuk kepada suku bangsa yang berasal dari keturunan Eber yang disebut ‘Ibrani’ atau Ya’kub yang berarti “pejuang untuk Tuhan” atau “yang berbakti kepada Allah”. Didalam Al Qur’an, mereka sering disebut dengan Bani Israil (keturunan Ismail).
Kata Yahudi diambil menurut salah satu marga dari dua belas leluhur suku Israel yang paling banyak keturunannya, yakni Yehuda. Kedua belas suku Yahudi itu adalah anak-anak Ya’kub, yaitu Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, Zebulon, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yusuf, dan Benyamin. Karena itu, nama Yahudi diambil dari keturunan Yakub[2].

B.     Sejarah dan Perkembangan Agama Yahudi

Kisah bani Israil atau bangsa Israil atau juga dikenal dengan bangsa Ibrani merupakan kisah dari agama Yahudi sendiri, Judaism. Maka, ketika membicarakan tentang sejarah agama Yahudi, juga sama halnya membicarakan tentang sejarah bani Israil. Keduanya sulit dipisahkan, karena Yahudi sebagai agama hanya didukung mutlak oleh bani Israil itu sendiri[3].
Berkenaan dengan sejarah agama Yahudi, dalam perjalanan sejarahnya meliputi beberapa periodesasi, antara lain :
a.       Periode I : Agama Para Leluhur
Para leluhur yang dimaksud dalam periode ini adalah sekelompok tokoh-tokoh yang mendahului Musa A.S. dalam tradisi kuno. Diantara para leluhur yang paling terkenal secara mutlak adalah Ibrahim, Ishaq, Ya’kub, dan anak-anak Ya’qub yang merupakan asal-usul suku-suku Bani Israel.
Sosok sentral pada masa para leluhur adalah sosok Ibrahim yang dikaitkan kepadanya masa sebuah agama tersendiri yang menjadi permulaan sejarah dan agama Israel Kuno[4]. Dalam Taurat, Ibrahim dikenal menjadi nenek moyang bagi mayoritas bangsa yang disebut sebagai Tuhan yang disembah oleh para leluhur.
Ibrahim juga dikenal atau disebut dengan nama Yahweh, penamaan Yahweh adalah penamaan yang datang belakangan. Karakteristik pada periode ini adalah bahwa agama para leluhur bangsa Ibrani pada awalnya merupakan agama sederhana yang didominasi karakter nomaden. Agama pada masa ini tidak mengandung agama yang integral, dan konsep keberagamaan satu-satunya yang berperan selama periode ini adalah konsep tauhid. Namun tauhid tersebut tidak dimulai dengan tauhid murni, melainkan tauhid yang mencari jalannya ditengah-tengah sistem Multi-Tuhan yang diyakini bahwa orang-orang Ibrani purba telah menyembah-Nya sampai para leluhur tersebut fokus menyembah Yahweh yang hanya dikenal namanya pada masa Musa.
b.      Periode II : Agama Musa ‘Alaihissalam
Agama Musa merupakan periode kedua dari periode-periode perkembangan agama yahudi sebagai akidah dan syariat, yaitu  periode yang dianggap sebagai fase terpenting dalam agama Yahudi dimana berlangsung penyandaran wahyu yang tertulis sebagai sumber utama bagi akidah dan syariat.
Permulaan agama Musa dikaitkan dengan keberadaan bangsa Ibrani di semenanjung Sinai, yaitu sebuah kawasan padang pasir yang membentuk agama Musa dengan beberapa sifat nomaden padang pasirnya. Sekaligus merupakan permulaan perubahan sosial, ekonomi dan agama dalam kehidupan orang-orang Ibrani dan adanya perpaduan peradaban bangsa Kan’an.
Pada masa agama Musa sudah berlangsung keyakinan tauhid. Akan tetapi dalam Taurat, ketauhidan ini adalah ketauhidan yang khusus bagi orang-orang Israel. Karena terdapat isyarat-isyarat bahwa adanya tuhan-tuhan lain bagi kaum-kaum yang lain selain orang-orang Israel.
Kemudian para masa ini juga untuk pertama kalinya berlangsung penetapan karakter khusus bagi sifat tuhan[5]. Diantara unsur-unsur terpentingnya adalah bahwa tuhan tidak mungkin dapat diilustrasikan atau dijelmakan dalam rupa apapun atau dalam bentuk apapun sebagaimana yang dilakukan para penganut paganisme terhadap tuhan-tuhan mereka. Hal ini terdapat pada perintah kedua dari perintah kesepuluh yang menyebutkan : “janganlah kau buat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada dilangit atas, atau yang ada di bumi dibawah, atau yang ada didalamair di bawah bumi.”
Dia adalah tuhan non-physical yang tidak terkait kepada alam. Akan tetapi bersifat metafisika, karena dia penciptanya. Selain itu juga terdapat satu sifat penting dan asasi, yaitu sifat akhlak Tuhan yang tidak diketahui atau tidak dikenal para periode sebelumnya. Sifat akhlak ini terlihat dalam sekumpulan perintah-perintah moral yang mengiringi langsung sekumpulan perintah-perintah doktrinal.
Oleh karena itu, periode Musa dianggap sebagai periode terpenting dari periode-periode perkembangan agama Yahudi. Yang mana, periode ini telah memberikan agama Yahudi pilar-pilar dan dasar-dasar utamanya pada level akidah dan hukum serta level ibadah. Pilar-pilar ini bersandar pada wahyu Tuhan sebagai sumber asasi bagi akidah dan syar’i. Pada saat itu jelaslah tanda-tanda keagamaan dan tersusun dalam struktur keagamaan moralitas yang barangkali untuk pertama kali untuk pertama kalinya dalam sejarah Yahudi.
c.       Periode III: Perkembangan Agama Yahudi dari Sesudah Masa Musa Sampai Terbaginya Kerajaan Israel
Meskipun pada periode agama Musa telah terstruktur moralitas dalam keberagamaannya, namun pada masa ini ada doktrin-doktrin dan konsep-konsep keagamaan yang baru yang ditambahkan setelah periode agama Musa sebagai akibat dari interaksi orang-orang Israel  dengan beberapa bangsa asing dikawasan Timur dekat kuno.
Orang-orang Kan’an yang menjadi bangsa pertama yang berinteraksi dengan orang-orang Israel setelah mereka keluar dari Mesir dan bermukim di Kan’an. Bangsa Kan’an tidak membawa pengaruh positif bagi bangsa Israel, tetapi membawa pengaruh-pengaruh negatif seperti memasukkan didalamnya unsur-unsur  paganisme. Selain itu juga mengubah gaya hidup bangsa Israel yang nomaden manjadi sistem kerajaan. Meskipun pada akhirnya pengaruh keberagamaan bangsa Kan’an adalah pada pemahaman karakter yahweh  dengan tuhan-tuhan Kan’an dan pada level uitual serta ibadah.
Kemudian interaksi bangsa Israel dengan kaum yang lain adalah dengan peradaban negeri-negeri diantara dua sungai (Messopotamia) yang dicatatkan sejarahnya dari sejak pecahnya kerajaan dan jatuhnya kerajaan sebelah utara Palestina yang dinamakan Israel dibawah kekuasaan bangsa Asyur pada tahun 721 SM. Kemudian wilayah tersebut jatuh keseluruhannya kebawah kekuasaan bangsa Babel pada tahun 586 SM sampai ke awal masa persia pada tahun 538 SM yang dianggap persis sebagai perpanjangan dari segi pengaruh agama masa Asyur dan Babel.
d.      Periode IV: Agama Yahudi Fase Penawanan dan Fase Kenabian Klasik
Peristiwa-peristiwa politik yang mengiringi perpecahan kerajaan Daud dan Sulaiman Alaihissalam berakhir dengan runtuhnya kerajaan utara ditangan bangsa Asyur pada tahun 721 SM dan runtuhnya kerajaan selatan ditangan bangsa Babel pada tahun 586 SM. Selama periode degradasi politik dan agama ini mulailah muncul sebuah faktor baru penting yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan bangsa Yahudi.  Faktor ini merupakan awal munculnya kenabian dengan persepsi Yahudi dan berkembangnya kenabian sampai menjadi fenomena keagamaan yang asasi  selama fase penawanan bangsa Asyur dan Babel. Oleh karena itu pada fase ini dinamakan masa kenabian klasik, untuk membedakannya dari masa keagamaan sebelum dan sesudahnya.
Kenabian Israel merupakan fenomena sejarah. Dimana fenomena ini merupakan respon agama atau reaksi agama terhadap peristiwa-peristiwa politik yang mulai terjadi sesudah terpecahnya kerajaan  dan dampak yang diakibatkan perpecahan ini. Pada level keagamaan, para Nabi-nabi menaruh perhatian terhadap agama Musa Alaihissalam dan mereka menganggapnya sebagai fase keagamaan teladan dalam sejarah agama dan mereka menuntut kembali kepadanya dan meneladani konsep-konsep keagamaan yang asasi. Namun kembalinya dalam meneladani agama Musa yang dianggap ideal para nabi-nabi tidak hanya berhenti pada batas kondisi keagamaan dahulu, tetapi mereka justru menambahkan dan mengembangkan agama Yahudi dan memasukkan didalamnya banyak doktrin-doktrin baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Diantara doktrin terpentingnya adalah doktrin kebangkitan, pahala, siksa, dan al Masih sang juru selamat[6].
e.       Periode V : Agama Yahudi Masa Yunani dan Talmud
-          Masa Yunani
Setelah agama Yahudi keluar dari masa penawanan dan masa Persia sebagai agama yang hampir sempurna semua doktrin-doktrin dan syariat-syariatnya. Selama dua periode dengan segala pengaruhnya baik dari para nabi-nabi, pengaruh lingkungan Babel dan Persia, selesailah pengadopsian sekumpulan doktrin yang telah disebutkan sebelumnya sekaligus yang menyempurnakan doktrin-doktrin yang diwarisis dari masa Musa Alaihissalam.
Kemudian penyelesaian tentang penulisan Taurat beserta verifikasi syariat yang termuat didalamnya. Adapun pada masa Persia (538-332 SM) adalah masa stabil bagi agama yahudi sebagai doktrin dan syariat. Kestabilan ini semakin sempurna dengan semakin membaiknya situasi politik orang Yahudi pada masa Persia setelah mereka diizinkan kembali ke Palestina dan berakhirnya penawanan bangsa Babel, dibangunnya kembali Haikal, kembalinya lagi kehidupan agama kepadanya, dan kembalinya Yerussalem menjadi pusat keagamaan bagi kehidupan orang yahudi.
Berakhirnya masa Persia yang disudahi oleh penaklukan-penaklukan Alexander  The Great ke timur, dimulailah babak baru yang sama sekali berbeda pada periode sebelumnya. Agama yahudi lebih maju pada level keagamaan dari pada agama-agama lain, agama yahudi mampu melawan pemikiran-pemikiran keagamaan seperti Kan’an, Mesir, Asyur, Babel, dan Persia. Namun dihadapan serangan pemikiran-pemikiran Yunani, agama Yahudi berdiri lemah.
Yunani yang membawa pemikiran berdasarkan logika menyaingi pemikiran Yahudi yang menggunakan wahyu sebagai sumber pengetahuan. Dari sini Yahudi dengan sendiri terpecah menjadi tiga bagian, dua diantaranya adalah yang menolak dan menerima pemikiran Yunani, adapun yang ketiga adalah yang memadukan pemikiran Yahudi dan Yunani sendiri.
Golongan yang ketiga memberi pengaruh yang mana terlihat pada beberapa kitab perjanjian lama, khususnya kitab jami’ah yang didominasi kecenderungan logika pesimistis yang tidak sesuai dengan pandangan keagamaan yang umum dari perjanjian lama. Namun penggunakan pemikiran Yunani dalam agama yahudi bertujuan untuk menjelaskan ajaran-ajaran agama yahudi dengan penjelasan falsafi dan untuk mendapatkan dalil-dalil yang meyakinkan atas konsep-konsep doktrin agama yahudi[7].
-          Masa Talmud
Periode ini berlangsung sejak dari abad-abad terakhir sebelum masehi (abad III SM) sampai khir abad V Masehi. Pada periode ini agama  Yahudi lebih dikenal dengan agama Yahudi Talmud, yaitu agama Yahudi yang berkembang di Palestina dan Babel. Talmud dianggap penting karena ia sebuah catatan gagasan hukum-hukum agama yang mengatur kehidupan orang Yahudi.
Melalui talmud, dimensi-dimensi syiar dan gagasan hukum tetap hidup sampai abad XVIII M. Sebagai bandingan perhatian terhadap dimensi-dimensi ibadah berupa ritual-ritual, syiar-syiar, momen-momen keagamaan dan hukum tasyri’, maka Talmud tidak menaruh perhatian terhadap gagasan doktrin-doktrin dan konsep keagamaaan tentang istilah doktrinitas yang permanen dan terbatas.
Oleh karena itu, Talmud tidak menyuguhkan struktur keagamaan theologis yang sistematis dan logis bagi doktrin-doktrin, kendati adanya beberapa kontemplasi theologis yang berserakan.  Dan dapat dikatakan pendukung Talmud tidak mampu sampai kepada kandungan yang jelas dari agama melalui gagasan theologis doktrinis bagi kandungan ini.
f.       Periode VI: Agama Yahudi Masa Kristen dan Islam
-          Agama Yahudi pada Masa Kristen
Hubungan antara agama Yahudi dan Kristen adalah hubungan yang menegangkan sejak awal, kendati terdapat dasar-dasar historis dan religius yang mengikat keduanya. Dimana Isa Alaihissalam pada dasarnya adalah salah satu dari nabi-nabi bani Israel, bahawa agama Kristen mengakui kandungan agama yahudi dan mengetahui kitab-kitab agama Yahudi, serta menggabungkan kitab perjanjian lama dengan perjanjian baru dalam satu kitab yaitu bibel.
Kendati hubungan historis dan religius ini, namun situasi dan kondisi tidak mentolelir keberlangsungan hubungan ini. Maka dari itu terjadilah indenpendasi keagamaaan diantara agama yahudi dan kristen yang baru tumbuh. Perbedaan esensial diantara keduanya adalah perbedaan doktrinitas seputar sosok al Masih.kaum Yahudi menolak bahwa Isa adalah Mesias sang juru selamat yang termaktub dalam kitab-kitab-kitab mereka.
-          Agama Yahudi pada Masa Islam
Pada saaat agama Yahudi dan Kristen mengalami ketegangan ada abad-abad pertama Masehi, justru Hubungan Yahudi dan Islam adalah hubungan yang baik sejak awal, kecuali pada periode dimana konflik antara kaun Yahudi dan kaum Muslimin, khususnya di Madinah al Munawarah.  Penyebab konflik disini bukanlah bersifat agama, tetapi bersifat politik.
Islam sejak awal memberikan kebebasan beragama kepada kaum yahudi dan tidak memaksa mereka untuk Islam dengan cara paksa dan tanpa keyakinan sendiri. Begitu masalah politik selesai, kaum Yahudi pun mulai tertata dan stabil didalam masyarakat Islam yang menjamin secara keagamaan dan hukum.
Dibawah bayang-bayang toleransi agama ini, mulailah kaum yahudi mempelajari dan mengkaji kritikan Islam terhadap agama Yahudi, khususnya kritikan Al Quran terhadapnya. Mereka berusaha memperbaiki Yahudi dan reaksi ini yang mengakibatkan kaum Yahudi terpecah menjadi dua kelompok keagamaan yang besar. Kelompok Rabi dan kelompok Karaite. Kelompok Karaite lebih mendukng kritikan Islam dan membangun doktrinya berdasarkan asas-asas yang yang menentang para Rabi dan terpengaruh dalam pemikiran Islam.
Dalam hal iini kritikan Islam terhadap agama Yahudi memiliki pengaruh dalam perkembangan agama Yahudi, khususnya hal-hal yang terkait dengan upaya-upaya meletakkan agama Yahudi kedalam struktur  keagamaan yang integral. Kaum Yahudi dunia terpana dengan keberhasilan kaum Muslimin.
Al Qur’an berisi struktur yang jelas dan langsung bagi akidah Islam dan syariat Islam sehingga para ulama mudah menggali dan menjelaskan dalam kitab-kitab induk akidah dan syarita sejak awal islam. Berbeda dengan kitab suci mereka yang hampa dari struktur doktrinitas agama dan susunan syariat yag jelas. Oleh karenanya, mereka bergerak mengkji kitab-kitab suci mereka dengan kajian yang baru dengan tujuan untuk sampai pada tatanan keagamaan pada bidang akidah dan syariat. Adapun panduan mereka adalah Al Qur’an al Karim dan kitab-kitab induk akidah syariat.
Demikianlah akhirnya kaum Yahudi dan dengan berkat jasa kaum Muslimin serta dunia Islam berhasil membangun struktur umum bagi agama Yahudi, yang terpengaruh dengan struktur agama Islam yang dibangun berdasarkan asas dari Al Qur’an dan Sunnah an Nabawiyyah[8].
C.    Ajaran Agama Yahudi
Inti ajaran agama Yahudi terkenal dengan “sepuluh Firman Tuhan” atau Ten Commandments atau Decalogue,(Grik, deca=10, logue=risalah). Kesepuluh perintah Tuhan tersebut diterima oleh Nabi Musa di bukit Sinai (Tur Sina), ketika terjadi dialog langsung antaraa Musa dan Tuhan. Firman Tuhan tersebut oleh Musa langsung ditulis di atas sobekan kulit-kulit binatang atau di batu. Demikianlah menurut Louis Finkestein, editor buku The Jews, Treir Relligion and Cullture.[9] Sepuluh  firman Tuhan atau wasiat sepuluh terssebut adalah:
1.      Saya adalah Tuhanmu yang kamu sembah, yang telah membawa kamu ke luar dari tanah Mesir, keluar dari rumah belenggu, kau tidak mempunyai Tuhan lain kecuali Aku.
2.      Kamu tidak boleh membuat persamaan atau menyatakan segala sesuatu yang ada di langit sebelah atas, atau di atas bumi, atau apa-apa yang ada di dalam air, di bawah bumi, dengan Tuhanmu
3.      Kamu tidak boleh menyia-nyiakan nama Tuhanmu (menyebut Tuhanmu dengan sia-sia).
4.      Ingatlah hari Sabbath, untuk disucikannya.
5.      Hormatilah ayah dan ibumu.
6.      Kamu dilarang membunuh.
7.      Kamu dilarang  mencuri.
8.      Kamu dilarang bersaksi palsu.
9.      Kamu dilarang berbuat zina
10.  Kamu dilarang bernafsu loba-tamak terhadap milik orang lain.
Sepuluh  firman tersebut ternyata mengandung aspek-aspek aqidah, ibadah, syariah, hukum dan etika.
1). Ajaran tentang Tuhan
Agama Yahudi percaya kepada Tuhan Yang Esa, tetapi Tuhan yang hanya khusus untuk Bani Isra’il, bukan Tuhan untuk bangsa lain. Mereka tidak pernah menyebut nama Tuhannya dengan langsung karena mungkin akan mengurangi kesucian-Nya. Olrh sebab itu oarng Israel melambangkan-Nya dengan huruf mati YHWH, tanpa bunyi. Lambang ini bisa dibaca YaHWeh atau Ye-Ho-We atau YeHoVah.
Menurut Harun Nasution, dalam bukunya Filsafat Agama, menyatakan bahwa ajaran keesaan Tuhan menurut Yahudi adalah hasil perkembangan dari kepercayaan yang henoteis menuju kepercayaan yang mengakui keesaan Tuhan[10]
Sewaktu masyarakat Yahudi masih dalam tingkatan animisme,roh-roh nenek moyang mereka disembah yang kemudian dalam tingkatan politeisme menjadi dewa. Kata hebrew yang dipakai untuk Tuhan pada mulanya ialah jamak daripada kata eloh atau elohim. Tiap kabilah mereka mempunyai eloh sendiri. Kemudian tiba suatu masa ketika salah satu elohim ini, yaitu Yehovah, yang kemudian menjadi eloh dari bukit Sinai, menjadi eloh yang tunggal bagi masyarakat Yahudi. Eloh-eloh lain tidak diakui lagi. Yehovah kemudian menjadi Tuhan nasional Yahudi, tetapi belum menjadi Tuhan seluruh alam.
Walaupun firman kedua dari sepuluh Firman Tuhan, mengandung pengertian bahwa Tuhan bangsa Yahudi itu tidak dibatasi atau dikurangi, atau disifati, tetapi kitab-kitab Taurat tetap mensifati Tuhan dalam satu gambaran yang betul-betul menyerupai sifat-sifat manusia, atau antropomorfisme, seperti Tuhan mempunyai bibir, mempunyai lidah, berkata-kata, mempunyai tangan dan sebagainya. Atau sering juga Tuhan disifati dengan penafsiran “antropopatisme”, yaitu menyamakan perasaan Tuhan dengan berbagai perasaan manusia, seperti Tuhan membenci, menertawakan kesibukan manusia, berdiam diri, ,erintih, marah, mengasihi, menyesal,dan sebagainya.
2). Peribatan dalam Agama Yahudi 
a.      Sembahyang yahudi
Umat yahudi melakukan sembahyang 3 jam sehari, yaitu jam 9,11,dan jam 3. Dalam kitab tarmut mengatur masalah sembahyang yang 3 kali sehari itu dengan lebih terperinci. Ditetapkan agar orang yahudi melaksanakan sembahyang 3 kali sehari semalam, yaitu sembahyang pagi, sembahyang siang dan semmbahyang malam. Sembahyang pagi dilaksanakan mulai terbit fajar sampai sepertiga panjang siang hari, kira-kira jam 10. Sembahyang siang dimulai sesaat setelah matahri condong kebarat sampai matahari terbenam, dan sembahyang malam mulai malam tiba sampai terbit fajar
Yang terpenting dalam setiap sembahyang ialah apa yang disebut dengan tefillah, atau menurut Talmud, anidah yaitu tegak berdiri mengawali sembahyang dengan mengucapkan salawat sebanyak 19 kali, 3 kali pertama memuji kekuasaan tuhan, kemahaperkasaannya dan kesuciannya; 3 kali yang terakhir sebagai ucapan terima kasih ats rahmatnya yang tidak putus-putus, doa penutup untuk keselamatan dan kedamaian;sedang 13 lainnya ditengah-tengah dan merupakan permohonan untuk segala keperluan.
b.      Puasa Yahudi
Umat yahudi melakukan puasa biasanya pada waktu mereka berkabung atau duka cita dan kemalangan.
Tujuan puasa bagi mereka adalah untuk menghapus dosa dan mensucikan diri, disamping untuk menyatakan rasa keprihatinan atau duka cita. Ada 4 hari penting yang diperingati dengan berpuasa oleh umat yahudi, yaitu hari permulaan kota yerusalem dikepung, hari kota yerusalem jatuh ketanah Nebukadnezar, hari kanishah dihancurkan dan hari Gedaliah dibunuh orang.
Puasa orang yahudi berlangsung sejak waktu fajar menyingsing hingga kelihatan 3 buah bintang yang pertama terbit pada senja hari yang bersangkutan.
c.       Korban dalam Agama Yahudi
Korban yang ditradisikan oleh umat yahudi itu dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu: korban perdamaian, korban pemujaan dan lain-lain.Korban perdamain adalah korban yang dilaksanakan untuk memohon perdamaian dengan tuhan bagi dosa-dosa yang diperbuat tanpa sengaja. Korban terdiri dari korban penghapusan dosa dan korban penebusan dosa. Korban pemujaaan terdiri dari korban bakar, korban keselamatan dan korban sesaji. Korban lain-lain terdiri dari korban perjanjian, korban pelantikan umum, korban cemburuan dan korban pembunuhan

3). Hari-Hari Suci Yahudi
a)      Hari Paaskah, yaitu hari raya yang dipestakan untuk merayakan pembebasan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir.
b)      Hari Pantekosta, yaitu hari kelimapuluh. Hari iini merupakan hari pesta yang penting yaitu pesta pascca panen.
c)      Hari Perdamaian Besar, yaitu hari kelimapuluh bulan ketujuh, menurut penanggalan Yahudi. Hari ini disebut juga sebagai hari penghentian penuh. Pada harii ini semua oarng harus berpuasa, dan berkorban harus dilakukan untuk menghapus dosa.
d)     Hari Raya Pondok Daun atau hari raya pengumpulan hasil, yang dirayakan pada tanggal 15-22 bulan ketujuh kalender Yahudi. Selam apekan perayaan ini, setiap hari  dilakukan korban-korban khusus. Waktu itu panen sudah selesai. Orang-orang Yahudi diam di pondok-pondok yang terbuat dari daun dan dahan tumbuh-tumbuhan. Di sanalah mereka makan minum.
e)      Hari Penebusan Dosa. Hari ini bernilai rohaniah bagi umat Yahudi, sehingga dianggap sebagai hari yang sangat penting dan paling mereka keramatkan. Hari ini jatuh pada sekitar akhir bulan keenam dan awal bulan ketujuh kalender mereka.
f)       Hari bulan Baru. Orang yahudi selalu merayakan dan mensucikan hari ppertama tiap-tiap bulan baru, yag dirayakan dengan korban dan perjamuan makan bersama.
7.      Tahun Sabbath. Menurut kepercayaan umat Yahudi, selama Tahun yang ketujuh, tanah tidak boleh dikerjakan atau ditanami. Semua orang harus beristirahat.

4) Kitab Suci Agama Yahudi
Orang-orang Yahudi menamakan Kitab Suci mereka TeNaKh dan terdiri dari tiga bagian, yaitu Hukum atau Taurat, Nabi-Nabi atau Nevi’im, dan Sastra atau Ketuvim[11].
a.      Taurat
Taurat artinya “hukum” atau “pengajaran” dan menunjuk pada keseluruhan apa yang diketahui tentang Allah dan hubunganNya dengan dunia ciptaanNya. Dalam pengertian yang lebih sempit, Taurat menunjuk pada lima kitab Musa : Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan ulangan, yang terletak di permulaan kitab suci.  Bersamaan dengan hari Sabat, Taurat dirayakan sebagai pemberian Tuhan terbesar kepada orang-orang Yahudi.
Bagian penting ibadat umat Yahudi adalah pembacaan dengan suara keras sejumlah ayat dari Taurat. Di sinagoga, bacaan dari gulungan Kitab Taurat, atau Sefer Torah, dibacakan pada hari Sabat pagi dan sore, perayaan keagamaan pagi, dan pada pagi hari Senin dan Selasa pagi. Sebagai penghormatan besar, kitab Taurat hanya boleh dibuka oleh laki-laki, demikian dalam tradisi ortodoks, dan untuk dibacakan di depan umat. Orang yang dipilih untuk membaca Kitab Suci dalam bahasa Ibrani harus menggunakan yud-alat petunjuk yang dipegang.[12]
b. Para Nabi
Dalam tradisi Yahudi ada delapan kitab yang diberi nama menurut nama para nabi. Empat kitab yang pertama, Yoshua, Hakim-Hakim, Samuel I dan II, serta Raja-raja I dan II,  biasanya mengacu pada para Nabi Terdahulu dan kitab-kitab sejarah.  Keempat Kitab yang lain mengacu pada para Nabi-Nabi Terakhir: Yesaya, Yeremia, Yahezkiel dan 12 Nabi-Nabi kecil  yang dianggap satu kitab. Sebagian besar isi dari kitab dari Nabi-Nabi Terahkir merupakan kumpulan khotbah yang disampaikan oleh para Nab, yang nama-namanya menjadi nama kitab-kitab itu, yang semuanya dikumpulkan oleh para murid mereka. Bacaan terpilih dari kitab para nabi dibacakaan di sinagoga pada hari-hari Sabat, perayaaan-perayaan keagamaan, dan hari-hari puasa.[13]
c.       Sastra
Sastra, bagian ketiga TeNaKh, diangggap kurang bernillai daripada dua jenis kitab yang lain, walaupun kitab itu memang berisi Mazmur, yang secara teratur digunakan   dalam ibadat di sinagoga. Bacaan dari Sastra ini sering diberikan di sinagoga pada hari-hari perayaan.  [14]

D.    Yahudi dalam Perspektif Islam
Fenomena dewasa ini kerap terjadi disinggung bahwa Yahudi adalah simbol kebencian bagi kebanyakan Muslim. Sudah sangat sering orang-orang Islam mengungkapkan kata “Yahudi” untuk melemparkan suatu kutukan atau penghinaan terhadap seseorang atau suatu kelompok. Yahudi berarti jahat, licik, menjijikkan, bahkan dianggap sebagai sebuah istilah yang padanya melekat segala keburukan dan kejahatan.[15]
Pikiran kaum Muslim dipenuhi oleh bayangan kejahatan eternal Yahudi yang dimulai sejak bangsa tersebut mengenal Nabi Muhammad dan Islam sampai hari ini dan bahkan dari zaman Nabi Musa sampai hari kiamat. Segala kebijakan politik internasional dan segala pikiran modern, mulai dari liberalism, humanism, demokrasi, kapitalisme, mode, iklan, sampai perang dan terorisme, tidak terlepas dari lobi internasional Yahudi dan kepentingan politik mereka. “Yahudi memang terkutu”. Mereka harus dimusnahkan dari bumi ini.[16]
Jika diusut jauh ke belakang, semua ini ternyata berawal dari sebuah perselisihan di kota kecil bernama Yatsrib. Orang-orang Yahudi menyebutnya dengan Medinta, dari bahasa Aramai artinya “kota”. Nabi Muhammad kemudian mengadopsinya sebagai “Madinah”. Hubungan Nabi dengan orang-orang Yahudi awalnya amat baik, bahkan mereka, bagi Nabi, adalah kelompok potensial untuk mendukung dakwahnya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki Kitab dan tradisi keagamaan yang diwarisi dari nabi-nabi sebelumnya. Q.S. Al-Baqarah: 41 menjelaskan:
Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.
Beberapa tradisi Yahudi bahkan diadopsi oleh Nabi ke dalam Islam, seperti puasa hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) dan sembahyang menghadap Bayt al-Maqdis (Yerusalem), dalam rangka menarik mereka kepada Islam atau, mungkin, karena Nabi menganggapnya sebagai bagian tradisi yang patut dilestarikan.[17]
Sejarah mengungkap sebagaimana dikutip oleh al-Buti (1990) meriwayatkan tentang terjadinya pertikaian orang-orang Muslim Madinah dengan Yahudi Bani Qaynuqa’. Diceritakan bahwa seorang Muslimah pergi ke pasar bani Qaynuqa’ dijahili oleh orang-orang Yahudi hingga berakibat auratnya terbuka. Tiba-tiba seorang Muslim segera melompat dan membunuh Yahudi yang membuka aurat perempuan tersebut. Orang-orang Yahudi pun tidak tinggal diam; mereka membunuh Muslim tadi. Akibat kejadian itu, terjadilah pertikaian hebat antara mereka dan Bani Qaynuqa’, sehingga Nabi melancarkan serangan terhadap kelompok Yahudi tersebut, dan diusir dari Madinah.
Al-Qur’an menyebut orang Yahudi dengan kata-kata bervariasi. Kadang-kadang al-Qur’an langsung menggunakan kata benda, yaitu al-yahud(orang-orang Yahudi; kata tunggalnya adalah al-yahudi). Tetapi kadang-kadang yang digunakan adalah penggabungan dengan kata kerja yaitu “hadu”(jadi, artinya: orang-orang yang menganut agama Yahudi). Di samping itu terdapat juga kata yahuudiyyan (a Jew, seroang yahudi; bentuk nakirah dari al-yahudi). Dan kata hudaan (jamak dari ha’id penganut agama Yahudi).[18]
Istilah lain yang dipakai al-Qur’an untuk umat Yahudi adalah Ahl al-Kitab. Frase ini telah digunakan oleh orang-orang Arab sebelum Islam untuk merujuk kepada mereka yang memiliki tradisi keagamaan yang bersumber dari al-Kitab, khususnya Yahudi dan Nasrani. Dalam kenyataannya, istilah Ahl al-Kitab lebih banyak merujuk kepada kaum Yahudi. Secara genetik, Yahudi disebut Bani Isra’il atau sekarang dikenal dengan bansa Israel. Lebih empat puluh kali istilah ii disebutkan dalam al-Qur’an dalam konteks berbeda-beda. Isra’il adalah gelar yang dianugerahkan Tuhan kepada Nabi Ya’kub. Maka, karena bangsa Yahudi adalah anak keturunannya, mereka disebut Bani Israil.[19]
Kisah bani Israil, jika dirujuk pada konsep dasar dan tujuanbya, dimulai dari Ibrahim (Hebrew Avraham, Inggris Abraham) ketika ia meninggalkan ‘Ur di Babilonia untuk mengembara mencari kebenaran dan kedamaian. Nabi Ibrahim disebutkan dalam al-Qur’an sebagai “Bapak” orang-orang Yahudi dan juga Muslim, ajarannya berpusat di Yerusalem dan Hijaz. Dalam perspektif al-Qur’an, Ibrahim adalah seorang yang tulus da setia pada ajaran Tauhid yang lurus, seorang nabi dan hamba pilihan. Ibrahim juga pernah berpikir tentang Tuhan melalui jalan refleksi alam semesta dan pernah mempertanyakan persoalan kebangkitan kepada Tuhan.[20]
Dalam al-Qur’an, sejarah Yahudi atau Bani Israil dalam bentuk agak lebih rinci, dimulai dari Nabi Yakub dan anak-anaknya yang kemudian dari Kanaan bermigrasi ke Mesir. Ini dikisahkan secara lengkap dalam Q.S. Yusuf.[21] Kehidupan Bani Israil di Mesir melewati banyak penindasan berupa perbudakan oleh Fir’aun yang kemudian Musa menjadi penyelamat serta pemimpin Bani Israil.[22] Namun Bani Israil setelah bebas dari perbudakan Fir’aun menjadi kelompok masyarakat yang tidak disiplin, pembangkang dan tidak berterimakasih dalam Q.S. Al-Maidah: 20-26.[23]
Al-Qur’an memberikan gambaran tentang pandangan keagamaan umat Yahudi dalam empat aspek, yaitu:
a)      Monoteisme
Monoteisme adalah keyakinan akan satu Tuhan, pencipta dan pemelihara semesta ini.yahudi dan Islam termasuk agama monoteis yang ketat. Kedua agama ini sangat sensitif mengenai penggambaran Tuhan dan asosiasi Tuhan dengan sesuatu yang lain. Terbukti dengan adanya Shema, yang telah menjadi syahadat kesaksian umat Yahudi dibaca pagi dan petang.[24] Al-Qur’an mengutip ayat tentang seruan nabi Musa untuk tetap bertawakkal, dan bani Israil menyambutnya dengan baik dalam Q.S. Yunus: 84-86.[25]
b)      Perjanjian dengan Tuhan
Al-Qur’an mengenal perjanjian Bani Israil dengan Tuhan sebagai perjanjian yang absah dan memiliki kekuatan dan makna religious yang mendalam. Al-Qur’an hanya mengkritik orang-orang Yahudi yang dianggap justru telah mengabaikan perjanjian tersebut. Janji tersebut berupa fitrah manusia yang dibawa ke dunia ini. Manusia harus menepati janjinya kepada Tuhan dengan berbagai kesulitan dan masalah.[26]
c)      Siapa Umat Pilihan
Al-Qut’an mengekspresikan umat pengikut Musa, yakni Bani Israil sebagai umat pilihan dalam Q.S. Al-Baqarah: 47 dan 122[27]
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu (faddaltukum) atas segala umat.
Pengekspresian oleh Al-Qur’an tersebut menimbulkan perbincangan apakah benar umat pilihan adalah umat Yahudi (Bani Israil) atau umat Islam. Kebanyakan mufassir melihat ayat tersebut penilaian tersebut bersifat relatif pada aspek-aspek tertentu. Sebagiamana penjelasan Ibn Katsir bahwa orang-orang Israel adalah umat yang terbaik pada zamannya jika dibandingkan dengan bangsa lain seperti Mesir dan Yunani. Namun perlu dipahami kelebihan tersebut tidak bersifat mutlak pada semua aspek.
Dalam ayat lain, Allah menegur orang-orang Yahudi dan Nasrani sebab klaim mereka terlalu eksklusif dalam Q.S. Al-Maidah: 18.[28]
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah: “Lalu mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).
d)     Tentang Kehidupan di Akhirat
Dalam Q.S. Al-Baqarah: 111 orang-orang Yahudi mengklaim bahwa melalui agama merekalah manusia akan terselamatkan di akhirat. Kenyataan ini sangat berbeda dengan kenyataan yang ditemukan dalam Bible Yahudi atau Taurat. Walaupun kepercayaan adanya hari akhirat dikenal secara luas dalam keyakinan dan pemikiran keagamaan Yahudi, Bible amat sedikit memberikan indikasi ke arah tersebut. Ahmad Sya’labi (Muslim penulis kontemporer) berkomentar bahwa agama Yahudi lebih mementingkan amal, tidak terlalu melihat pada iman; agama pada intinya mengatur kehidupan bukan akidah.
Kesimpulan dari penjelasan Yahudi yang disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa ayat-ayat yang mengkritik kaum Yahudi kebanyakan diturunkan di Madinah sebagai respon terhadap perilaku mereka yang tercela. Sikap arogan mereka menyebabkan kerasnya bantahan Al-Qur’an sampai muncul sebutan kafir dan terkutuk. Jika dicermati dengan seksama, pandangan-pandangan tersebut tidak mewakili ajaran yang dikenal luas dalam tradisi keagamaan umat Yahudi sampai hari ini. Mungkin itu hanya pandangan “segelintir” orang di kalangan Yahudi Madinah pada waktu itu.[29] Siapa pun yang mempelajari sejarah dan ajaran agama Yahudi dengan baik, tidak akan dapat menerima “tuduhan-tuduhan” Al-Qur’an itu sebagai kebenaran yang bersifat general dan berlaku untuk seluruh kehidupan dan ajaran dalam tradisi umat Yahudi.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Syarif Hidayatullah, Studi Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011)
Muhammad Muhibbudin, Keajaiban Yerussalem : Kota Suci Para Nabi dan Agama-agama Samawi yang Menyimpan Berjuta Tragedi, (Yogyakarta: Araska,2014).

Joseph Gaer, How The Great Religions Began, New American Library, (New York, 1955).
Muhammad Khalifah Hasan, penerj. Abdul Shomad, Faisal Saleh, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009)
Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2007)
Mudjahid Abdul Manaf, 1994, Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada





[1] Syarif Hidayatullah, Studi Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011), hlm. 39
[2] Muhammad Muhibbudin, Keajaiban Yerussalem : Kota Suci Para Nabi dan Agama-agama Samawi yang Menyimpan Berjuta Tragedi, (Yogyakarta: Araska,2014), hlm. 41
[3]               Joseph Gaer, How The Great Religions Began, New American Library, (New York, 1955), hlm. 145 lihat Burhanudin Daya, Agama Yahudi, hlm. 5
[4] Muhammad Khalifah Hasan, penerj. Abdul Shomad, Faisal Saleh, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009), hlm. 186
[5] Muhammad Khalifah Hasan, penerj. Abdul Shomad, Faisal Saleh, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009), hlm. 189
[6] Muhammad Khalifah Hasan, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009), hlm. 200
[7] Muhammad Khalifah Hasan, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009), hlm. 205
[8] Muhammad Khalifah Hasan, Sejarah Agama Yahudi, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2009), hlm. 209
[9] Mudjahid Abdul Manaf, 1994, Sejarah Agama-Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.Hlm.56.
[10] Mudjahid Abdul Manaf, 1994, Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,hlm.57.

[12] Burhanuddin Daya,  Agama Yahudi, (Yogyakarta: Bagus Arafah, 1976), hlm 120.
[13] Burhanuddin Daya,  Agama Yahudi, 121
[14] Burhanuddin Daya,  Agama Yahudi, 121
[15], Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2007), hal. 108
[16] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 116
[17] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 117
[18] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 102.
[19] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 103.
[20] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 152
[21] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 152
[22] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 161.
[23] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 173
[24] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 202.
[25] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 203
[26] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 214-215
[27] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 223
[28] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 227
[29] Zulkarnaini Abdullah, Yahudi dalam Al-Qur’an, hal. 246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar