Minggu, 29 Oktober 2017

Telaah Kitab Tafsir Ahkam Karya al-Jashash

Telaah Kitab Tafsir Ahkam Karya al-Jashash
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ahkam
Dosen Pengampu : Bpk. Dr Hilmy Muhammad



Disusun Oleh  :

Muhammad Munif   15530076


PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
 TAHUN  2017



1.      Biografi Mushannif
Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali al-Razi, beliau lebih terkenal dengan sebutan al-Jashas (tukang kapur). Beliau lahir di Baghdad tahun 305 H beliau seorang ahli tafsir dan ushul fiqh, pada masanya beliau merupakan pengikut mazhab Hanafiyah, beliau berguru pada Abu Sahal al-Zujaj (bidang Fiqh), Abu Hasan al-Harakhi (bidang Tasawuf), Aby Ali al-Farisy dan Aby Amr Ghulam Tsa’lab (bidang bahasa), Al- Hakim al-Naysaburi (bidang hadis).[1]
Al-Jashas adalah seorang imam fiqh Hanafiyah pada abad ke 14 H, beliau juga memiliki karya kitab tafsir ahkam al-Qur’an yang dipandang sebagai kitab fiqih terpenting terutama bagi mazhab Hanafiyah. Kefanatikan beliau terhadap mazhab Hanafi mempengaruhi beliau dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Guna mendukung mazhabnya beliau tergolong ulama’ yang ekstrim dalam melakukan penafsiran terutama dari mereka yang tidak sependapat dengannya bahkan berlebih-lebihan dalam menta’wilkan ayat-ayat al-Qur’an sebagai legitimasi mazhabnya.Al-Jashash dikenal sebagai orang yang zahid dan wara’ dan juga merupakan ulama` pilihan yang bermazhab Hanafi. Sedangkan wafatnya pada Ahad, 7 Dzul Hijjah di Baghdad tahun 370 H.[2]

2.      Profil KitabTafsir Ayat Ahkam al-Jashas
Dalam perkembangan karya-karya tafsir terdapat kitab tafsir yang lebih berorientasi kepada hukum, bahkan lebih dari itu ada yang membatasi pembahasan kitab-kitab tersebut khusus pada ayat-ayat ahkam. Kitab tafsir inilah yang kemudian populer dengan istilah kitab tafsir ayat ahkam atau tafsir ahkam.[3] Diantara sekian banyak kitab tafsir ahkam yang tergolong tua adalah kitab Tafsir Ahkam karya Imam Al-Jashash. Kitab ini merupakan salah satu kitab tafsir bi al-ma’tsur, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, dengan perkataan sahabat ataupun dengan tokoh-tokoh tabi’in, disamping itu juga  pendapat-pendapat dari pemikiran pengarang kitab.[4]
Selain itu Tafsir al-Jashash juga dikategorikan sebagai kitab tafsir yang menggunakan metode analitik (tahlili) yakni dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Tafsir Ahkam karya al-Jashash termasuk tafsir yang bercorak fiqh. Al-Jashash membatasi diri pada ayat yang berhubungan dengan hukum-hukum (masalah-masalah furu’iyyah) dengan menjelaskan maknanya dengan hadis dan mengutip beberapa pendapat-pendapat Imam mazhab.
Kitab Tafsir ahkam al-Qur’an karya al-Jashash merupakan salah satu kitab fenomenal yang sering kita jadikan sebagai rujukan masalah-masalah fiqhiyyah saat ini. Kitab tafsir ini terdiri dari 5 jilid, dengan jumlah halaman masing-masing jilid  sekitar 500 halaman, kitab jilid I (diatur daftar isi) 494 halaman. Jilid II ada 479 halaman, dan Jilid III 486 halaman, tanpa halaman daftar isi. Jilid IV sekitar 410 halaman dan Jilid V 405 halaman.
3.      Karya-karya Imam al-Jashash
karya-karya beliau selain kitab ahkam al-Qur’an banyak sekali, ada yang berupa bentuk buku atuapun kitab, diantara karya-karyanya adalah :
1.      Ushul al-Jashash
2.      Tafsir Ahkam al-Qur’an
3.      Syarah Mukhtashar al-Karakhi
4.      Syarah Mukhtashar al-Tahawi
5.      Syarah Jami’ al-Shaghir wa Jami’ al-Kabir
6.      Syarah Asma’ al-Husna
7.      Jawab al-Masa’il.[5]

4.      Contoh penafsiran
Salah satu contoh penafsiran al-Jashas dalam kitab ahkam al-Qur’an adalah penafsiran mengenai hukum menikahi orang-orang musyrik dalam permasalahan ini ayat al-Jashas menafsirkan surah al-Baqarah ayat 221.
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
 Mengenai firman Allah وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنّ. dalam penjelasan ayat ini al-Jashas merujuk pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas “ Allah telah mengharamkan untuk menikahi wanita-wanita musyrik” kemudian berkaitan dengan kata musyrik al-Jashas menukil hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar yang mengatakan bahwa musyrik dalam surah al-Baqarah 221 masih bersifat umum, sehingga mencakup orang-orang kafir dan ahlu al-kitab baik wanita maupun laki-laki[6]. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah al-Bayyinah 1.
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
                        Ibnu Umar ketika ditanya tentang menikahi wanita-wanita musyrik, Ibnu Umar menjawab bahwa Allah telah mengharamkannya, termasuk wanita Yahudi dan Nasrai haram untuk dinikahi oleh orang muslim, (ketika ia ditanya tentang keharamannya) kemudian IbnuUmar menjawab bahwa ia tidak mengetahui dari perbuatan syirik yang lebih besar daripada seseorang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa atau salah satu dari hamba Allah. Al-Jashas menjelaskan bahwa indikasi dilarangnya menikahi wanita musyrik karena mereka akan mengajak (orang yang menikahinya) ke neraka.[7]
وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Pada ayat ini al-Jashas menjelaskan bahwa memilih seorang budak yang beriman lebih dianjurkan daripada seorang wanita musyrik yang memiliki kelebihan dan derajat.
وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا
Al-Jashash menjelaskan bahwa wanita musyrik dan laki-laki musyrik haram untuk dinikahi, karena ajakan mereka ke neraka menjadi alasan tegas diharamkannya menikahi mereka.
أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّار
Menurut al-Jashash menikahi wanita musrik diawal isalm tidak dilarang didalam al-Qur’an, kemudian setelah turunya ayat وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنّ. Pengaharam terhadap menikahi orang musyrik baru ditetapkan karena khawatir akan ada ajaknan kepad kita agar terjatuh ke neraka sehingga menunjukan ayat ini adalah sebagai illat diharamkannya menikahi wanita atau laki-laki musyrik.
                   Al-Jashash juga menegaskan bahwa diantara larangan menikah dengan orang musyrik adalah kekhawatiran terjadinya hubungan yang kurang harmonis dengan orang musyrik, sebab tujuan pernikahan adalah mengahruskannya adanya mawaddah[8]. Sebagaimana firman Allah:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
                        Maka ketika ada pemberitahuan bahwa tujuan pernikahan itu menjadi sebab mwaddah wa rahmah maka Rasulullah pun mencegah menikahi dengan wanita musyrik[9].








DAFTAR PUSTAKA
Nina Agusti, Skirpsi: Tafsir Al-Jashash dan Al-Qurtubi, Semarang: IAIN Walisongo, 2005.
Muhammad Husain Al Zahabi,  Al Tafsir wa Al Mufassirun, (Mesir: Daar Al Maktabah Al Harisah, 1976.
Moh Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, Jakarta: Rajawali Press, 2001.
Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali al-Razy, 1992, Ahkām Al-Qur’an, Bairut: Dar al-Hiya`.
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia
Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.







[1] Nina Agusti, Skirpsi: Tafsir Al-Jashash dan Al-Qurtubi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2005), hlm. 24.
[2] Muhammad Husain Al Zahabi,  Al Tafsir wa Al Mufassirun, (Mesir: Daar Al Maktabah Al Harisah, 1976), hal. 439
[3] Moh Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm. 141.
[4] Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 32.
[5] Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm. 486.
[6] Al-Jashas, Bab Nikah al-Musyrikat, hlm. 15
[7] Al-Jashas, Bab Nikah al-Musyrikat, hlm. 15
[8] Al-Jashas, Bab Nikah al-Musyrikat, hlm. 18
[9] Al-Jashas, Bab Nikah al-Musyrikat, hlm. 18

2 komentar: